Blog ini adalah milik Muhammad Najih Vargholy. Diberdayakan oleh Blogger.
Jika hendak mengenal dunia MEMBACALAH, Jika hendak dikenal dunia MENULISLAH, Jika hendak menguasai dunia BERILMULAH. (Hamid Fahmy Zarkasyi)

Prosedur Pemberian Kredit Bank

Senin, 16 Januari 2017

PENDAHULUAN
Salah satu tujuan kehidupan berbangsa dan bernegara adalah untuk memajukan kesejahteraan umum. Hal tersebut merupakan amanat yang diperintahkan oleh para pendiri negara (founding father) yang tertuang dalam naskah pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam rangka mewujudkan cita-cita mulia itu perekonomian negara harus dilaksanakan dengan berdasarkan pada  asas kekeluargaan.
Tidak dapat dipungkiri bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan dengan potensi serta kemampuan yang berbeda antara satu sama lain. Di satu sisi ada segolongan orang yang dibekali potensi berlebih yang dengan potensi itu mampu menguasai sumber-sumber penghidupan (ekonomi) dan di sisi lain terdapat pula sekelompok orang yang dibekali potensi namun tidak cukup untuk dapat menguasai sumber-sumber penghidupan tersebut.
Dalam menghadapi kenyataan yang demikian, para founding father negara kita dengan kesadaran penuh telah menetapkan prinsip yang begitu mulia yang mengajak segenap elemen bangsa agar mengedepankan prinsip kekeluargaan, kebersamaan, dan gotong royong dalam membangun perekonomian negara guna mencapai  kesejahteraan, keadilan, dan kemakmuran.
Salah satu lembaga perekonomian yang memiliki peranan penting dalam mewujudkan cita-cita pembangunan nasional untuk mewujudkan pemerataan pembangunan, pertumbuhan ekonomi dan peningkatan taraf hidup rakyat adalah lembaga perbankan. Bank memiliki fungsi sebagai lembaga perantara keuangan (financial intermediary) yang mempertemukan antara pihak yang memiliki kelebihan dana (surplus of fund) dengan pihak yang kekurangan atau memerlukan dana (lack of fund). Menurut Undang-Undang Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 lembaga perbankan memiliki misi dan fungsi sebagai agen pembangunan (agent of development), yaitu sebagai lembaga yang betujuan menopang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.
Dalam menjalankan fungsinya untuk menyalurkan dana kepada masyarakat, bank memberikan fasilitas kredit terhadap nasabah yang membutuhkan dana. Penyaluran kredit atau pinjaman yang dilakukan oleh bank kepada nasabah merupakan suatu perbuatan hukum yang tentunya memiliki akibat hukum bagi masing-masing pihak. Guna mengurangi resiko wanprestasi/ cidera janji yang dilakukan oleh nasabah debitur, maka pemberian kredit/pinjaman tesebut dituangkan dalam bentuk perjanjian yang didahului dengan serangkaian prosedur atau persyaratan yang harus dipenuhi oleh nasabah debitur. Dalam tulisan inilah akan diuraikan mengenai prosedur atau persyaratan yuridis yang harus diterapkan dalam pemberian kredit atau pinjaman bank terhadap nasabah debitur tersebut.
PERJANJIAN KREDIT BANK
Sebagai pengantar awal untuk memahami perjanjian kredit bank, maka perlu diketahui terlebih dahulu definisi atau terminologi dari bank itu sendiri. Mengacu pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang dimaksud dengan bank adalah,
“Badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.”
Berdasarkan definisi otentik tentang bank tersebut diketahui bahwa bank pada dasarnya memiliki dua aktivitas utama yakni menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kepada masyarakat. Menurut Neni Sri Imaniyati definisi bank yang terdapat dalam undang-undang ini merupakan suatu langkah maju yang dilakukan oleh pemerintah sebab di dalam definisi tersebut dicantumkan pula fungsi perbankan sebagai agen pembangunan yakni untuk meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.[1] Dengan demikian para pihak yang menjalankan usaha perbankan dituntut tidak hanya semata-mata mengedepankan aspek komersial namun juga harus diimbangi pula dengan kesadaran dan komitmen untuk mewujudkan misi pembangunan ekonomi nasional.
Kredit merupakan suatu jenis usaha penyaluran dana kepada masyarakat. Dalam Undang-Undang Perbankan dirumuskan bahwa yang dimaksud dengan kredit adalah,
Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
Berdasarkan pengertian atau definisi kredit tersebut diatas, maka didapati unsur-unsur kredit sebagai berikut:
1.      Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu;
2.      Dilaksanakan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara pihak bank dengan nasabah;
3. Kewajiban pihak peminjam/nasabah untuk melunasi hutangnya dalam jangka waktu (tempo)tertentu; dan
4.      Pemberian bunga disamping hutang pokok.
Menurut Ramlan Ginting,  pengertian “penyediaan tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu” adalah cerukan (overdraft), yaitu saldo negatif pada rekening giro nasabah yang tidak dapat dibayar lunas pada akhir hari, pengambilalihan tagihan dalam rangka kegiatan anjak piutang (factoring) dan pengambilalihan (pembelian) kredit atau piutang dari pihak lain seperti negosiasi hasil ekspor.[2]
Jika diperhatikan dalam definisi kredit tersebut terdapat kata “pinjam-meminjam” yang dalam hal ini objek yang dipinjamkan adalah berupa uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu. Jika dikaitkan dengan KUH Perdata maka perjanjian kredit sebagaimana yang yang dijelaskan oleh berberapa ahli, termasuk dalam perjanjian pinjam pakai habis sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1754. Dalam Pasal tersebut dirumuskan bahwa perjanjian pinjam habis pakai adalah suatu perjanjian yang mewajibkan pihak pertama untuk menyerahkan barang yang dapat habis terpakai kepada pihak kedua dengan syarat bahwa pihak kedua tersebut akan mengembalikan barang sejenis kepada pihak pertama dalam jumlah dan keadaan yang sama.
Di sisi lain beberapa ahli juga mengatakan bahwa perjanjian kredit tidak identik dengan perjanjian pinjam pakai habis sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 1754 KUH Perdata. Munir Fuady dan Remy Syahdaeni berpendapat bahwa perjanjian kredit bank merupakan perjanjian tidak bernama (innominaat). Pendapat tersebut didasarkan pada argumentasi bahwa perjanjian kredit memiliki karakteristik tertentu yang tidak sama dengan perjanjian-perjanjian bernama (nominaat) yang terdapat dalam KUH Perdata. Karakteristik khusus yang terdapat dalam perjanjian kredit antara lain adalah dalam hal tujuan penggunaan uang dan cara pengembalian uang.
PROSEDUR PEMBERIAN KREDIT BANK
Salah satu fungsi lembaga perbankan disamping menghimpun dana  masyarakat adalah menyalurkan dana tersebut kepada masyarakat. Penyaluran dana tersebut lazimnya dikenal dengan fasilitas kredit (pinjaman). Bank tidak secara serta merta dapat memberikan fasilitas kredit tesebut kepada nasabah, sebab pihak bank terikat oleh aturan-aturan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
Dalam Pasal 8 Ayat (1) UU No 10 Tahun 1998 tentang Perbankan disebutkan,
“Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas iktikad dan kemampuan serta kesanggupan Nasabah Debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan.”
Dalam penjelasan pasal tersebut dinyatakan bahwa untuk mengurangi resiko yang ditanggungnya,  bank harus memperhatikan jaminan perkreditan yakni keyakinan bank berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi hutangnya. Keyakinan sebagaimana dimaksud diperoleh oleh bank dengan cara melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari nasabah debitur.
Disini nampak bahwa di dalam UU Perbankan dibedakan antara makna jaminan dan agunan. Jaminan memiliki lingkup yang lebih luas yakni mencakup segala aspek penilaian bank terhadap kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya. Sedangkan agunan adalah salah satu unsur penilaiain bank sebagaimana dimaksud. Agunan sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1 UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan hanyalah sebatas  jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.
Selain bahwa dalam pemberian fasilitas kredit bank harus berdasarkan pada prinsip kehatia-hatian dengan melakukan analisis serta penilaian mendalam terhadap nasabah, bank juga terikat dengan batasan maksimum pemberian kredit sebagaimana yang ditetapkan dalam undang-undang serta peraturan pelaksananya. Dalam Pasal 11 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 ditentukan bahwa batas maksimum kredit bank tidak boleh melebihi 30% (tiga puluh perseratus) dari modal bank yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Tujuan dari ketentuan ini adalah untuk menjaga bank agar tetap dalam keadaan sehat. Oleh karena itu, untuk memelihara kesehatan dan meningkatkan daya tahannya, bank diwajibkan menyebar risiko dengan mengatur penyaluran kredit, pemberian jaminan ataupun fasilitas lain sedemikian rupa sehingga tidak terpusat pada nasabah debitur atau kelompok nasabah debitur tertentu.
Dalam melaksanakan kebijakan perkreditan bank wajib berdasarkan pada pedoman penyusunan dan pelaksanaan kebijakan perkreditan bank bagi umum sebagaimana yang ditetapkan dalam Surat Keputusan Dir BI 27/162/KEP/BI tanggal 31 Maret 1995. Dalam Angka 181 disebutkan bahwa  panduan kebijakan perkreditan bank umum sekurang-kurangnya meliputi:
1.      Prinsip kehati-hatian dalm perkreditan;
2.      Organisasi dan manajemen perkreditan;
3.      Kebijaksanaan persetujuan kredit;
4.      Dokumentasi dan administrasi kredit;
5.      Pengawasan kredit; dan
6.    Penyelesaian kredit.
Proses persetujuan kredit sebagaimana diatur dalam angka 440 - 460 SK Dir BI tersebut sekurang-kurangnya mencakup hal-hal sebagai berikut:
1.        Permohonan kredit.
Bank hanya memberikan kredit apabila permohonan kredit diajukan secara tertulis. Permohonan kredit harus memuat semua informasi yang lengkap dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh bank. Bank harus memastikan kebenaran data dan informasi yang disampaikan dalam permohonan kredit.
2.        Analisis kredit.
Analisis kredit sekurang-kurangnya harus mencakup penilaian atas watak (character), kemampuan (capacity), modal (capital), agunan (collateral), dan prospek usaha debitur (condition of economy) atau yang lebih dikenal dengan 5 C’s dan penilaian terhadap sumber pelunasan kredit yang dititikberatkan pada hasil usaha yang dilakukan pemohon serta menyajikan evaluasi aspek yuridis perkreditan dengan tujuan untuk melindungi bank atas resiko yang mungkin timbul.
3.        Rekomendasi persetujuan kredit.
Isi rekomendasi kredit harus sejalan dengan kesimpulan analisis kredit.
4.        Pemberian persetujuan kredit.
Setiap pemberian persetujuan kredit harus memperhatikan analisis dan rekomendasi persetujuan kredit. Persetujuan yang berbeda dengan isi rekomendasi harus dijelaskan secara tertulis.
5.        Perjanjian kredit.
Permohonan kredit yang telah disetujui wajib dituangkan dala perjanjian kredit (akad kredit) secara tertulis yang sekurang-kurangnya harus memenuhi keabsahan dan persyaratan hukum yang dapat melindungi bank dan memuat jumlah, jangka waktu, tatacara pembayaran kembali kredit serta persyaratan-persyaratan kredit lainnya sesuai dengan keputusan perjanjian kredit dimaksud.
6.        Persetujuan pencairan kredit.
Bank hanya menyetujui pencairan kredit apabila seluruh syarat-syarat yang ditetapkan telah dipenuhi oleh pemohon kredit. Sebelum pencairan bank harus memastikan bahwa seluruh aspek yuridis yang berkaitan dengan kredit telah selesai dan telah memberikan perlindungan yang memadai bagi bank.
PENUTUP
Lembaga perbankan menjalankan aktivitas usahanya dengan menggunakan dana simpanan masyarakat, yang oleh karena itu bank wajib mengedepankan prinsip kehati-hatian dalam menyalurkan dana/ memberi fasilitas kredit  kepada nasabah debitur. Selain itu bank juga harus mengupayakan agar keadaan finansialnya tetap dalam keadaan sehat yang salah satunya adalah dengan menerapkan batas maksimum pemberian kredit.
Perjanjian kredit merupakan bagian dari perjanjian pada umumnya sehingga keabsahan perjanjiannya pun harus didasarkan pada syarat-syarat sah perjanjian sebagaimana yang diatur dalam KUHPerdata. Untuk mencegah timbulnya resiko akibat tidak dilaksanakannya isi perjanjian kredit, bank wajib melakukan analisis yang mendalam terhadap kelayakan debitur/pemohon kredit yang meliputi penilaian watak (character), kemampuan (capacity), modal (capital), agunan (collateral), dan prospek usaha debitur (condition of economy). Keseluruhan analisis tersebut merupakan jaminan bagi pihak bank dalam melakukan perkreditan.
Daftar Pustaka
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perubahan atas  Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
Surat Keputusan Dir BI 27/162/KEP/BI tentang Kewajiban Penyusunan Dan Pelaksanaan Kebijaksanaan Perkreditan Bank bagi Bank Umum.
Neni Sri Imaniyati, Hukum Ekonomi dan Ekonomi Islam Dalam Perkembangan, Bandung: Mandar Maju, 2002.
Ramlan Ginting, “Pengaturan Pemberian Kredit Bank Umum”, makalah disampaikan dalam Diskusi Hukum “Aspek Hukum Perbankan, Perdata, dan Pidana Terhadap Pemberian Fasilitas Kredit Dalam Praktek Perbankan di Indonesia” di Hotel Panghegar Bandung, 6 Agustus 2005.



[1] Neni Sri Imaniyati, Hukum Ekonomi dan Ekonomi Islam Dalam Perkembangan (Bandung: Mandar Maju, 2002), hlm. 94.
[2] Ramlan Ginting, “Pengaturan Pemberian Kredit Bank Umum”, makalah disampaikan dalam Diskusi Hukum “Aspek Hukum Perbankan, Perdata, dan Pidana Terhadap Pemberian Fasilitas Kredit Dalam Praktek Perbankan di Indonesia” di Hotel Panghegar Bandung, 6 Agustus 2005, hlm. 1.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Profil

Kategori

Archives