Blog ini adalah milik Muhammad Najih Vargholy. Diberdayakan oleh Blogger.
Jika hendak mengenal dunia MEMBACALAH, Jika hendak dikenal dunia MENULISLAH, Jika hendak menguasai dunia BERILMULAH. (Hamid Fahmy Zarkasyi)

Penjelasan Surat Al-Maidah Ayat 2

Kamis, 09 Februari 2012

1. ANALISIS LAFADZ
Al-Maidah ayat 2
يا أيها الذين آمنوا لا تحلوا شعائر الله و لا الشهر الحرام و لا الهدي ولا القلائد ولا آمين البيت الحرام يبتغون فضلا من ربهم و رضوانا وإذا حللتم فاصطادوا ولا يجرمنكم شنآن قوم أن صدوكم عن المسجد الحرام أن تعتدوا و تعاونوا على البر و التقوى و لا تعاونوا على الإثم و العدوان و اتقوا الله إن الله شديد العقاب
Dalam ayat ini disebutkanشعائر ‘syaa’ir’ ialah kata jamak dari “syiar”. Yang dimaksud dengan syiar syiar Allah disini adalah segala yang berhubungan dengan manasik haji. Ada yang mengatakan, Shafa dan Marwah dan segala binatang yang yang akan disembelih untuk dijadikan kurban atau hadiah. Dengan mengikuti semua makna tersebut maka ayat ini berarti, “janganlah kamu halalkan semua perbuatan itu dengan jalan melanggar”, umpanya mengerjakan sesuatu bukan pada tempatnya dan sebagainya.
و لا الشهر الحرام و لا الهدى و لا القلائد“dan tidak pula bulan haram dan tidak binatang hadiah dan tidak binatang berkalung,” artinya, kamu dilarang melakukan peperangan pada bulan-bulan haram, Zulkaidah, Zulhijjah, Muharram, dan Rajab. Sebagaimana firman Allah SWT :
إن عدة الشهور عند الله اثنا عشر شهرا فى كتاب الله يوم خلق الله السموات و الأرض منها أربعة حرم فلا تظلموا فيهن أنفسكم
Demikian pula Tanah Haram (Mekkah dan sekitarnya). Disana dilarang berburu binatang dan mencabut pepohonannnya. Nabi Ibrahim AS telah menggariskan dan meletakkan tanda batas-batasnya. Sebelum Rasulullah hijrah ke Madinah, orang-orang musyrik Mekkah mulai menghilangkan tanda-tanda tersebut. Pada saat Fathu Mekkah beliau mengutus beberapa orang memperbarui tanda-tanda tersebut, dan pada masa pemerintahan Umar bin Khattab, beliau kembali mengutus empat orang untuk memperjelasnya. Tanah Haram dimulai dari Ka’bah ke jurusan Madinah sekitar 4 mil sampai desa Tan’im (Tan’im sendiri bukan tanah haram). Dari Ka’bah menuju arah Irak sepanjang 8 mil sampai ke satu tempat yang dinamai al-Maqhta’. Dari ka’bah ke arah Thaif sepanjang 9 mil berakhir di satu tempat yang dinamai Ji’ranah. Sementara ke arah Yaman sepanjang 7 mil dan berakhir pada satu tempat yang dinamai Adhat Libn, dan dari jalan menuju Jeddah 10 mil dab berakhir sampai Hudaibiah (Hudaibiah termasuk tanah haram).
Dilarang pula menyembelih binatang hadiah sebelum ia datang ke Tanah Haram, juga dilarang menjualnya, mengambilnya, dan sebagainya, sehingga binatang itu terhalang dan tidak sampai ke tujuannya, yaitu tanah haram.
القلائد“binatang berkalung” ialah unta atau kambing yang diberi kalung sebagai tanda akan disembelih sebagai korban atau pembayar denda dan sebagainya. Walaupun “binatang berkalung” itu termasuk juga binatang hadiah tetapi diistimewakan penyebutannya karena mulianya binatang yang diberi tanda dan mempunyai lambang yang istimewa. Orang yang bermaksud hendak mengerjakan ihram ke Mekkah memberi tanda akan binatang-binatang yang bakal disembelihnya dengan memberi kalung pada lehernya.
Larangan mengganggu al-qalaid dapat juga dipahami dalam arti mengambil kalung-kalungnya. Kalung-kalung yang dimaksud antara lain dengan mengikat sandal kulit dan mengalungkannya di leher binatang, serupa dengan kalung di leher wanita. Sandal dari kalung itu boleh jadi diminati oleh fakir miskin. Maka ayat ini melarang mengambilnya.
Termasuk dalam hukum ini adalah, seseorang yang telah bernazar akan menyembelih kambingnya yang akan dijadikan kurban atau akikah, haram dia menyembelih binatang itu untuk keperluan lain, atau menjualnya atau memberikannya kepada orang lain.
Menurut penulis al-Kassyaf, menurut biasanya hewan yang diberi kalung itu hanya unta saja, karena “al-qalaid” diartikannya unta yang berkalung. Di zaman jahiliyah jika seseorang telah kembali dari haji atau umrah ia mengalungkan rumput tanah haram di kepalanya sebagai tanda bahwa dia telah kembali dari mengerjakan haji. Denga memakai kalung itu (qalaid) terjaminlah keselamtan mereka itu pulang ke kampungnya. Karena baiknya adat kebiasaan itu, Islam menetapkannya, memberikan legalisasi, dan melarang orang menghalalkannya atau berani melanggarnya.
ولا آمين البيت الحرام“dan tidak orang yang bermaksud hendak mengunjungi Bait al-Haram”, menurut keterangan sebagian ulama sebab turunnya ayat ini ialah karena ada orang musyrik yang bermaksud hendak mengerjakan umrah sambil membawa hadiah lalu dicegat ditengah jalan oleh orang Islam, maka turunlah ayat ini.
Kemudian menurut jumhur mufassirin ayat ini di-nasakh-kan melalui ayat فاقتلوا المشركين حيث وجدتموهم “kamu perangilah orang-orang musyrik itu dimana saja kamu berjumpa” dan فلا يقربوا المسجد الحرام بعد عامهم هذا المشركين نجس إنما”sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis, maka janganlah mereka mendekati Masjidil Haram sesudah tahun ini” (At-Taubah: 28). Nabi Muhammad SAW bersabda, “sesudah tahun ini tidak boleh lagi orang musyrik mengerjakan haji”.
Adapun maksud يبتغون فضلا من ربهم ورضوانا“mencari kelimpahan dan keridhaan dari Tuhan mereka” menurut keterangan jumhur mufassirin ialah, tidak menjadi halangan kalau orang yang mengerjakan haji dan umrah itu menyambilkan berniaga atau usaha yang lain.
Sambungan ayat ini ialah وإذا حللتم فاصطادوا “dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu”.Maksudnya apabila kamu telah keluar dari daerah (territory) tanah haram dan berada di tanah halal, telah selesai pula mengerjakan haji, telah meninggalkan ihram, dan kedudukanmu sudah sama dengan kedudukan orang banyak, maka dibolehkan kamu berburu dan memakan binatang buruan itu.
ولا يجرمنكم شنآن قوم أن صدوكم عن المسجد الحرام أن تعتدوا, Janganlah sampai suatu kaum membuat kalian melampaui batas untuk melawannya meskipun mereka mencegah kalian untuk datang ke masjidil haram, karena kaum musyrik pernah mencegah kaum muslimin untuk melaksanakan ibadah umrah pada tahun dibuatnya perjanjian hudaibiah, maka kemudian Allah melarang kaum muslimin untuk membalasnya pada saat melaksanakan haji wada’ yang mana pada saat itu pula ayat ini diturunkan.
و تعاونوا على البر و التقوى و لا تعاونوا على الإثم و العدوان, Allah SWT memerintahkan hamba-hambaNya yang mukmin agar saling tolong menolong dalam hal kebaikan yaitu al-birru, dan meninggalkan segala kemungkaran yaitu at-taqwa, dan melarang mereka dari tolong menolong dalam kebatilan dan perbuatan dosa.
Ibnu jarir mengatakan: al-itsmu adalah meninggalkan apa yang diperintahkan Allah, al-‘udwan adalah melampaui apa yang telah ditetapkan Allah dalam agama kalian dan melampaui apa yang telah diwajibkan Allah pada diri kalian dan orang lain.
Dalam haditsnya Bukhori meriwayatkan dari Tsabit dari Anas:
قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : ( انصر أخاك ظالما أو مظلوما( . قيل : يا رسول الله, هذا نصرته مظلوما, فكيف أنصره ظالما ؟ قال : ( تمنعه من الظلم , فذاك نصرك إياه ).
و اتقوا الله إن الله شديد العقاب, Bertakwalah kalian kepada Allah dengan menjalankan sunnah-sunnahNya yang telah dijelaskan kepada kalian dalam alquran dan perintah-perintah yang ditetapkanNya agar kalian tidak tertimpa adzabNya. Allah Maha pemberi adzab yang keras bagi siapa yang tidak bertakwa kepadaNya. Dia tidak memerintahkan sesuatu kecuali itu bermanfaat dan tidak melarang sesuatu kecuali itu berbahaya. Adzab dalam ayat ini mencakup adzab dunia dan akhirat sebagaimana diterangkan dalam ayat lain, di sebagian ayat disebutkan salah satu dari adzab tersebut seperti firman Allah SWT tentang adzab bagi suatu kaum di dunia.
و كذالك أخذ ربك إذا أخذ القرى وهى ظالمة إن أخذه أليم شديد

2. ASBABUN NUZUL
Dalam riwayat Ibnu jarir yang bersumber dari Ikrimah dikemukakan bahwa Al-hathmu bin Hindun Al-Bakri datang ke Madinah membawa kafilah yang penuh dengan makanan, dan memperdagangkannya. Kemudian ia menghadap kepada Nabi Muhammad SAW untuk masuk islam dan bersumpah setia (baiat). Setelah ia pulang, Nabi bersabda kepada orang-orang yang ada pada waktu itu: ‘’bahwa ia masuk kesini dengan muka seorang penjahat dan kembali dengan punggung pegkhianat’’.
Ketika orang itu sampai di Yamamah ia kemudian murtad dari agama Islam.
Pada suatu waktu pada bulan Dzulqaidah iapun berangkat membawa kafilah yang penuh dengan makanan menuju Mekkah. Ketika sahabat Nabi SAW mendengar berita tentang kepergiannya ke Mekkah, bersiaplah segolongan kaum Muhajirin dan Anshar untuk mencegat kafilahnya. Akan tetapi turunlah ayat ini yang melarang perang pada bulan haram.
Dalam riwayat Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Zaid bin Aslam dikemukakan bahwa dengan terhalangnya Rasulullah SAW dan para sahabat mengerjakan umrah di Masjidil haram ( yang menimbulkan perjanjian Hudaibiah) para sahabat merasa kesal karenanya.
Pada suatu hari lalulah orang-orang musrik dati ahli masyriq akan menjalankan Umrah. Berkatalah sahabat Nabi: “mari kita cegat mereka sebagaimana mereka pernah mencegat sahabat-sahabat kita”. Maka Allah SWT menurunkan ayat ini sebagai larangan untuk membalas dendam.
3. MUNASABAH DENGAN AYAT SEBELUMNYA
Al-Maidah: 1
يا أيها الذين أمنوا أوفوا بالعقود أحلت لكم بهيمة الأنعام إلا ما يتلى عليكم غير محلى الصيد و أنتم حرم إن الله يحكم ما يريد
Ayat yang lalu (ayat 1) memerintah sedangkan ayat ini (2) melarang. Demikian kebiasaan Al-Quran menyebut dua hal yang bertolak belakang secara bergantian ditemukan lagi disini. Dapat juga dikatakan bahwa ayat yang lalu berbicara secara umum, termasuk uraian apa yang dikecualikan-Nya, ayat ini merinci apa yang disinggung diatas. Rincian itu dimulai dengan hal-hal yang berkaitan dengan haji dan umrah, yang pada ayat yang lalu telah disinggung yakni tidak menghalalkan berburu ketika sedang dalam keadaan berihram.
4. HUKUM YANG TERKANDUNG
Berdasarkan analisis lafadz di atas maka dapat disimpulkan beberapa hukum yang terkandung dalam ayat ini, diantaranya:
• Larangan melakukan peperangan pada bulan-bulan yang diharamkan yaitu Dzulkaidah, Dzulhijjah, Muharram, Rajab. Namun sudah di-nasakh oleh ayat lainnya.
• Larangan berburu dan memakan binatang buruan pada saat ihram dan di daerah (teritori) tanah haram.
• Diperbolehkannya berdagang dalam keadaan sedang mengerjakan haji dan umrah.
• Larangan bagi kaum muslim untuk mengahalangi kaum musyrik yang hendak berkunjung ke Tanah Haram baik untuk beribadah atau kegiatan lain. Namun sudah di-nasakh oleh ayat lainnya.
• Larangan untuk menggangu, menyembelih dan menjual binatang hadiah atau binatang berkalung sebelum tiba di tanah haram.
REFERENSI
• SYEKH. H. ABDUL HALIM HASAN, Tafsir Al-Ahkam, Jakarta: Kencana, 2006.
• M.QURAISH SHIHAB, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan Dan Keserasian Al-Quran Volume 3, Ciputat: Lentera hati, 2001
• AHMAD MUSTHOFA AL-MARAGHI, Tafsir Al- Maraghi juz 6, Mesir, 1946, cetakan pertama
• MUSTHOFA SAYID MUHAMMAD, Tafsir Al-Qur’an Al-Adzim Li Ibni Katsir, Jilid 5, 2000
• K.H. QAMARUDDIN SHALEH, Asbabun Nuzul Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-Ayat Al-Quran, Bandung: c.v Diponegoro, 1975m.
 

Profil

Kategori

Archives