Blog ini adalah milik Muhammad Najih Vargholy. Diberdayakan oleh Blogger.
Jika hendak mengenal dunia MEMBACALAH, Jika hendak dikenal dunia MENULISLAH, Jika hendak menguasai dunia BERILMULAH. (Hamid Fahmy Zarkasyi)

Penelitian Hadits Sunan Abi Dawud No.3370

Rabu, 08 Februari 2012

A. PENDAHULUAN

Hadist adalah salah satu sumber syariat islam, yang digunakan untuk mengambil hukum atau hujah untuk melakukan suatu tindakan muamalah atau ibadah. Akan tetapi hadist-hadist yang bersumber dari Rasulullah saw tidak semuanya benar bersunber dari Rasulullah SAW.akan tetapi banyak hadist yang tidak bersumber dari Rasul atau yang disebut dengan hadist palsu. Selain itu ada pula hadist yang diriwayatkan oleh orang kurang ingatannya atau diriwayatkan oleh orang yang suka berbohong dan hadist-hadist perlu untuk di teliti kembali apakah hadist tersebut benar dari rasulullah saw, atau bukan.
Ketika masa kekhalifahan umar bin abdul ‘aziz adalah masa awal pengkodifisian hadist yang merupakan sakah satu sumber hukum umat muslim. Para ulama’ hadist banyak yang mengumpulkan hadis-hadistrasulullah saw, sehingga sampai sekarang dan yangterkenal yaitu kutubu tis’ah atau buku yang disusun oleh ulama’ ahli hadist yang ada Sembilan. Dan pada makalah ini akan membahas tentang sebuah hadsit yang diriwayatkan oleh salah satu imam hadsit yaitu abu daud. Peenelitian hadist ini salah satunya dilakukan untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah ulumul hadist,di dalam makalah ini dibahas tentang hadist yang diriwayatkan oleh imam abu daud untuk mengetahui apakah hadistyang diriwayatkan ini benar-benar sambung kepada Rasulullah saw atau terputus, dan ataukah memang menyambung sampaikepada Rasullullah akan tetapi ada salah seorang perawi yang meriwayakan hadist tersebut adalah orang yang tidak terpercaya atau kurang terpecaya sehingga mengurangi kesahihan hadist.
B. PENELITIAN SANAD

1) Takhrij hadits

Berdasarkan penggalan lafadz hadits (شقّح) dalam kitab Al-Mu’jam Al-Mufahros Li Alfadzil Hadits An-Nabawy, hadits yang diteliti ini terdapat dalam beberapa sumber, yaitu :
• Shahih Bukhori : Kitab Al-Buyu’ no. 85.

(2056)- [2196] حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ، عَنْ سَلِيمِ بْنِ حَيَّانَ، حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ مِينَا، قَالَ: سَمِعْتُ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: " نَهَى النَّبِيُّ أَنْ تُبَاعَ الثَّمَرَةُ حَتَّى تُشَقِّحَ "، فَقِيلَ: وَمَا تُشَقِّحُ؟ قَالَ: تَحْمَارُّ وَتَصْفَارُّ وَيُؤْكَلُ مِنْهَا

• Shahih Muslim : Kitab Al-Buyu’ no. 84.

(2866)- [1536] وحَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ هَاشِمٍ، حَدَّثَنَا بَهْزٌ، حَدَّثَنَا سَلِيمُ بْنُ حَيَّانَ، حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ مِينَاءَ، عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ: " نَهَى رَسُولُ اللَّهِ عَنْ: الْمُزَابَنَةِ، وَالْمُحَاقَلَةِ، وَالْمُخَابَرَةِ، وَعَنْ بَيْعِ الثَّمَرَةِ حَتَّى تُشْقِحَ "، قَالَ: قُلْتُ لِسَعِيدٍ: مَا تُشْقِحُ؟ قَالَ: تَحْمَارُّ، وَتَصْفَارُّ، وَيُؤْكَلُ مِنْهَا

• Sunan Abu Dawud : Kitab Al-Buyu’ no. 23.

(2929)- [3370] حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ خَلَّادٍ الْبَاهِلِيُّ، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ، عَنْ سَلِيمِ بْنِ حَيَّانَ، أَخْبَرَنَا سَعِيدُ بْنُ مِينَاءَ، قَالَ: سَمِعْتُ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ، يَقُولُ: " نَهَى رَسُولُ اللَّهِ أَنْ تُبَاعَ الثَّمَرَةُ حَتَّى تُشْقِحَ، قِيلَ: وَمَا تُشْقِحُ؟، قَالَ: تَحْمَارُّ، وَتَصْفَارُّ، وَيُؤْكَلُ مِنْهَا "

• Musnad Ahmad bin Hanbal : no. 3, 220 dan 261.

(14589)- [14493] حَدَّثَنَا بَهْزٌ، حَدَّثَنَا سَلِيمُ بْنُ حَيَّانَ، حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ مِينَاءَ، عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ: " نَهَى رَسُولُ اللَّهِ عَنْ بَيْعِ الثَّمَرَةِ حَتَّى تُشْقَحَ "، قَالَ: قُلْتُ لِسَعِيدٍ: مَا تُشْقَحُ؟، قَالَ: تَحْمَارُّ، وَتَصْفَارُّ، وَيُؤْكَلُ مِنْهَا
2) Letak hadits

Hadits yang diteliti ini terdapat pada:
Sunan Abi Dawud, Kitab Buyu’, bab بيع الثمار قبل أن يبدو صلاحها , no. hadits 3370.

3) Teks hadits Sunan Abi Dawud, Kitab Buyu’, no. 2926:

(2929)- [3370] حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ خَلَّادٍ الْبَاهِلِيُّ، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ، عَنْ سَلِيمِ بْنِ حَيَّانَ، أَخْبَرَنَا سَعِيدُ بْنُ مِينَاءَ، قَالَ: سَمِعْتُ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ، يَقُولُ: " نَهَى رَسُولُ اللَّهِ أَنْ تُبَاعَ الثَّمَرَةُ حَتَّى تُشْقِحَ، قِيلَ: وَمَا تُشْقِحُ؟، قَالَ: تَحْمَارُّ، وَتَصْفَارُّ، وَيُؤْكَلُ مِنْهَا (أبو داود)
“Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Khallad Al Bahili telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa'id, dari Salim bin Hayyan telah mengabarkan kepada kami Sa'id bin Mina`, ia berkata; aku mendengar Jabir bin Abdullah berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melarang menjual buah hingga tusyqih. Ia ditanya apa makna tusyqih? Ia berkata; memerah dan menguning dan dapat dimakan.” (H.R Abu Dawud)
4) Ranji Sanad

Adapun ranji sanad ( silsilatu ruwwatil hadits ) dari hadits Abu Dawud no.3370 ini adalah sebagaimana yang terlihat dalam halaman selanjutnya.




















5) Penelitian kualitas sanad hadits
Kualitas sanad ini diteliti dengan melihat kebersambungan sanad hadits berdasarkan biografi perawi ( nama lengkap, tahun lahir-wafat dan daftar guru murid) serta nilai keadilan dan kedhabitan perawi. Dalam penelitian ini digunakan dua rujukan sebagai perbandingan (manual dan digital).

Penelitian kualitas sanad berdasarkan kitab Tahdzibul Kamal Fi Asmai Ar-Rijal (manual), hasilnya adalah sebagai berikut:

Nama Lahir/Wafat Guru Murid Komentar
Jabir bin Abdullah bin Amru bin Haram Wafat:68,72,73,77 H
Umur: 94 th Jumlah 20 orang
• Nabi Muhammad
• Khalid bin Walid
• Ali bin Abi Thalib Jumlah 118 orang
• Abul Walid Said bin Mayna Al-Makkiy
• Al-Hasan Al-Bashri
• Shafwan bin Salim الصحابة كلهم عدول
Said bin Mayna Al-Makkiy Jumlah 6 orang
• Jabir bin Abdullah
• Abdullah bin Zubair
• Abu Hurairah Jumlah 10 orang
• Salim bin Hayyan
• Abdullah bin Juraij
• Amru bin Qays Al-Makkiy Ahmad bin Hanbal :ثقة
Ibnu Hibban :ثقة
Salim bin Hayyan bin Bisthom Jumlah 12 orang
• Said bin Mayna
• Ikrimah bin Khalid
• Qatadah Jumlah 20 orang
• Yahya bin Said Al-Qaththan
• Muadz bin Muadz
• Yazid bin Harun Ahmad bin Hanbal :ثقة
Abu Hatim :ما به بأس
Ibnu Hibban :ثقة
Yahya bin Said bin Farrukh Al-Qaththan/ Abu Said Al-Bashri Jumlah 95 orang
• Salim bin Hayyan
• Abdul Malik bin Juraij
• Malik bin Mighwal Jumlah 68 orang
• Abu Bakar Muhammad bin Khalad Al-Bahily
• Ahmad bin Hanbal
• Sufyan Tsauri Abu Zar’ah :ثقة حافظ
Abu Hatim :ثقة حافظ
Nasa’i : ثقة ثبت مرضىّ

Muhammad bin Khalad bin Katsir Al-Bahily/ Abu Bakar An-Nashary Wafat: 239,240,257H Jumlah 27 orang
• Yahya bin Said Al-Qaththan
• Yazid bin Harun
• Abdul Wahab Ats-Tsaqafy Jumlah 17 orang
• Abu Dawud
• Muslim
• Ibnu Majah Ibnu Hibban : ثقة
Abu Bakar Al-A’yun :ثقة ولكنه صلف
Sulaiman bin Al-Asy’at bin Syaddad bin Amru bin Amir/ Abu Dawud As-Sijistany Lahir : 202 H
Wafat : 275 H Jumlah 166
Khalaf bin Hisyam Al-Barraz
Ziad bin Yahya Al-Hassany
Syuja’ bin Makhlad Jumlah 43
Tirmidzi
Zakaria bin Yahya
Abdurrahman bin Khalad Ar-Romharmuzy Abu Hatim:
أحد أئمّة الدنيا علما و فقها

Sedangkan penelitian berdasarkan aplikasi pada komputer/digital ( Mausu’ah Lil Hadits Asy-Syarif), hasilnya adalah sebagai berikut:
Nama Lahir/Wafat Guru Murid Komentar
Jabir bin Abdullah bin Amru bin Haram/ Abu Abdillah Wafat: 78 H
Jumlah 24 orang
• Ubay bin Ka’b
• Umar bin Khattab
• Ummu Kultsum Jumlah 122 orang
• Said bin Mayna
• Said bin Ziyad
• Zaid bin Aslam من الصحابة و رثبهم أعلى مراتب العدالة و التوثيق
Said bin Mayna Al-Makkiy Jumlah 4 orang
• Jabir bin Abdillah
• Abdullah bin Zubair
• Abu Hurairah Jumlah 5 orang
• Salim bin Hayyan
• Muhammad bin Ishaq
• Zaid bin Ibnu Anisah Yahya bin Main :ثقة
Nasai :ثقة
Abu Hatim : ثقة

Salim bin Hayyan bin Bisthom Jumlah 9 orang
• Said bin Mayna
• Ikrimah bin Khalid
• Qatadah Jumlah 10 orang
• Yahya bin Said Al-Qaththan
• Bahz bin Asad
• Yazid bin Harun Yahya bin Main :ثقة
Nasai :ثقة
Adz-Dzahabi:صدوق

Yahya bin Said bin Farrukh Al-Qaththan Wafat:198 H Jumlah 130 orang
• Salim bin hayyan
• Abdul Malik bin Juraij
• Malik bin Mighwal Jumlah 58 orang
• Muhammad bin Khalad Al-Bahily
• Ahmad bin Hanbal
• Zuhair bin Harb Ibnu Mahdi :
لا ترى عيناك مثله
Muhammad bin Khalad bin Katsir Al-Bahily/ Abu Bakar An-Nashary Wafat:239 H Jumlah 22 orang
• Yahya bin Said Al-Qaththan
• Yazid bin Harun
• Khalid bin Al-Harits Jumlah 1 orang
• Zakaria bin Yahya bin Iyyas Ibnu Hibban : ثقة
Maslamah bin Qasim : ثقة

Sulaiman bin Al-Asy’at bin Syaddad Al-Azadi As-Sijistany/ Abu Dawud Jumlah 3 orang
• Qathan bin Nasir
• Hisyam bin Abdul Malik
• Yahya bin Main bin Aun

Tirmidzi

Deskripsi Perawi

Jabir bin Abdillah
Nama lengkapnya adalah Jabir bin Abdillah bi Amru bin Haram bin Tsa’labah bin Ka’b bin Salmah Al-Anshary. Tidak diketahui secara jelas tahun wafatnya, ada yang menyebutkan 68 H, 72 H, 73 H, 77 H dan 78 H, tetapi secara pasti diketahui bahwa umur beliau hanya mencapai 94 tahun. Beliau memiliki guru sebanyak 20 orang diantaranya, Nabi Muhammad, Khalid bin Walid dan Ali bin Abi Thalib. Dan memiliki murid sebanyak 118 orang, diantaranya adalah Said bin Mina Al-Makkiy, Hasan Bashri dan Shafwan bin Salim.

Said bin Mina
Nama lengkapnya adalah Said bin Mina Al-Makkiy yang juga biasa disebut Abul Walid. Tidak diketahui secara jelas tahun lahir dan wafat beliau. Beliau memiliki guru sebanyak 6 orang, diantaranya adalah Jabir bin Abdillah, Abdullah bin Zubair dan Abu Hurairah. Dan memiliki murid sebanyak 10 orang, diantaranya adalah Salim bin Hayyan, Abdul Malik bin Juraij dan Amru bin Qays Al-Makkiy.

Salim bin Hayyan
Nama legkapnya adalah Salim bin Hayyan bin Bistham Al-Bashariy. Tidak diketahui secara jelas tahun lahir dan wafatnya. Beliau memiliki guru sebanyak 12 orang, diantaranya adalah Said bin Mina’, Ikrimah bin Khalid dan Qatadah. Dan memiliki murid sebanyak 20 orang, diantaranya adalah Yahya bin Said Al-Qaththan, Muadz bin Muadz dan Yazid bin Harun.

Yahya bin Said
Nama lengkapnya adalah Yahya bin Said bin Farrukh Al-Qaththan At-Tamimiy atau sering disebut Abu Said Al-Bishri. Wafat pada tahun 198 H. Beliau memiliki guru sebanyak 95 orang, diantaranya adalah Salim bin Hayyan, Abdul Malik bin Juraij dan Malik bin Mighwal. Dan memiliki murid sebanyak 68 orang, diantaranya adalah Abu Bakar Muhammad bin Khalad Al-Bahily, Ahmad bin Hanbal dan Sufyan Tsuri.

Muhammad bin Khalad
Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Khalad bin Katsir Al-Bahily atau sering disebut Abu Bakar Al-Bishri. Terdapat perbedaan dalam penentuan tahun wafatnya, ada yang mengatakan 239 H, 240 H dan 257 H. Beliau memiliki guru sebanyak 27 orang, diantaranya adalah Yahya bin Said, Yazid bin Harun dan Abdul Wahhab Ats-Tsaqafiy. Dan memiliki murid sebanyak 17 orang, diantaranya adalah Muslim, Abu Dawud dan Ibnu Majah.

Abu Dawud
Nama lengkapnya Sulaiman bin Al-Asy’at bin Syaddad bin Amru bin Amir atau biasa disebut Abu Dawud As-Sijistaniy. Beliau lahir pada tahun 202 H dan wafat pada Tahun 275 H. Beliau memiliki guru sebanyak 166 orang, diantaranya adalah Khalaf bin Hisyam Al-Barraz, Ziyad bin Yahya dan Syuja’ bin Makhlad. Dan memiliki murid sebanyak 43 orang diantaranya Tirmidzi, Zakaria bin Yahya dan Abdurrahman bin Khalad Ar-Ramharmuziy.

6) Al-Jarh wa at-ta’dil

Jabir bin Abdillah
Beliau termasuk dalam jajaran shahaby (sahabat rasul), yang mana merupakan tingkatan paling tinggi dalam masalah keadilan dan kedhabitan sebagai perawi hadits.

Said bin Mina
Menurut pendapat kalangan kritikus (naqid) hadits, Said bin Mina merupakan perawi yang tsiqah. Diantara kritikus tersebut adalah, Ahmad bin Hanbal yang menyatakan tsiqah, Ibnu Hibban yang mencatat namanya dalam buku “Ats-Tsiqat”, Yahya bin Main yang menyatakan tsiqah, Nasai yang menyatakan tsiqah dan juga Abu Hatim yang juga menyatakan tsiqah.

Salim bin Hayyan
Diantara para kritikus yang menyatakan ketsiqahan beliau adalah Yahya bin Main, Nasai, Ahmad bin Hanbal dan Ibnu Hibban. Tetapi ada sebagian kritikus yang berpendapat sedikit berbeda, diantaranya adalah Adz-Dzahaby yang menyatakan bahwa Salim adalah seorang yang shaduq dan Abu Hatim yang menyatakan “ma bihi ba’sun”. Kata “shaduq” dan “ma bihi ba’sun” dalam maratib at-ta’dil berada dalam urutan keempat yang mana hadits-haditsnya tidak bisa dijadikan hujjah. Tetapi Salim bin Mina merupakan perawi yang tsiqah, melihat mayoritas kritikus yang menilainya dengan predikat tersebut.

Yahya bin Said
Menurut mayoritas kritikus, Yahya bin Said merupakan perawi yang tsiqah, diantara kritikus yang menilainya tsiqah adalah Abu Zar’ah yang menyatakan tsiqah hafidz, begitupula Abu Hatim yang juga menyatakan hal yang sama, Nasai yang menyatakan tsiqah tsabat mardhiy. Sedangkan Ibnu Mahdi menyatakan hal yang menyerupai pujian terhadap Yahya yaitu “la taro aynaka mitslahu”.

Muhammad bin Khalad
Banyak kritikus yag menilainya sebagai perawi yang tsiqah, diantaranya adalah Ibnu hibban yang mencatatnya dalam buku “Ats-tsiqat”, Abu Bakar Al-A’yun yang menyatakan tsiqah dan Maslamah bin Qasim yang juga menyatakan tsiqah.

Abu Dawud
Abu Hatim menyatakan bahwa Abu Dawud adalah salah satu imam di dunia dalam hal-hal fiqh dan keilmuan.

7) Natijah (nilai) kualitas sanad

Berdasarkan penelitian diatas, dapat disimpulkan bahwa hadits Sunan Abi Dawud no. 3370 merupakan hadits ahad karena periwayat pertama dari semua jalur periwayatan hanyalah satu yaitu Jabir bin Abdullah yang merupakan sahabat Nabi Muhammad saw.

Adapun lambang-lambang periwayatan dari sanad hadits diatas adalah: kata haddatsana yang mana termasuk dalam metode sima’, kemudian kata ‘an yang mana mayoritas ulama’ hadits menyatakan bahwa ini termasuk dalam metode sima’ meskipun sebagian yang lain menyatakan bahwa sanad hadits yang mengandung huruf ‘an adalah sanad yang terputus. Kata ‘an di hadits ini dikatakan muttashil karena telah mencukupi dua syarat hadits mu’an’an bisa dikatakan muttashil, yaitu : periwayat yang menggunakan ‘an tidak mudallis (menyembunyikan cacat) dan periwayatnya saling/mungkin bertemu dengan periwayat sebelumnya. Dan yang terakhir adalah kata sami’tu yang menandakan bahwa perawi mendengarkan hadits yang didapatkannya itu langsung dari guru perawi tersebut (mubasyarah).

Dari jalur periwayatannya dapat dilihat bahwa setiap perawi memiliki ketersambungan dengan perawi lainnya dalam keadaannya sebagai guru ataupun murid. Dan hal ini juga diperkuat dengan adanya data tentang tahun lahir/wafat perawi, meskipun dalam penelitian diatas hanya ditemukan sebagian perawi saja. Sehingga hadits ini disebut hadits muttashil/maushul karena sanadnya bersambung dan disandarkan kepada sahabat Rasulullah yaitu Jabir bin Abdillah.

Dari segi jarh wa at-ta’dil, dapat diisimpulkan bahwa mayoritas perawi mendapatkan predikat tsiqah, yang mana dalam maratib at-ta’dil (urutan keadilan) predikat tersebut berada dalam martabah at-tsalitsah (urutan ketiga) sehingga hadits-haditsnya bisa dijadikan hujjah/dalil.

Berdasarkan analisis diatas dapat disimpulkan bahwa hadits no.3370 yang terdapat dalam Sunan Abu Dawud adalah hadits shahih mengingat ada ketersambungan sanad dari para perawinya dan secara kualitas pribadi maupun intelektual tidak ditemukan syadz (kejanggalan) dan illat (cacat).

C. PENELITIAN MATAN

1) Perbandingan hadits dengan ayat Al-Quran

Surat An-Nisa’ 4:20

يَا أَيّهَا الّذِيْنَ أمَنُوْا لا تَأكلُوا أمْوَالَكُمْ بينكم بالباطل إلا أن تكون تجارة عن تراض منكم و لاتقتلوا أنفسكم إن الله كان بكم رحيما

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu".

Ayat ini menjelaskan tentang larangan untuk memakan harta sesama dengan cara yang batil. Dan juga menjelaskan bahwa perniagaan yang sah adalah perniagaan yang dilakukan dengan saling rela antara pihak penjual dan pembeli. Artinya ayat ini merupakan penguat bagi hadits Abu Dawud no 3370 ini yang menyatakan larangan Rasulullah untuk menjual buah-buahan sebelum ia matang, yang dalam hal ini merugikan satu pihak yaitu si pembeli.

2) Perbandingan hadits dengan hadits yang lebih shahih.

Setelah dilakukan penelitian, ditemukan bahwa terdapat hadits setema yang lebih shahih, yaitu hadits Shahih Bukhori, Kitab Al-Buyu’ no. 85.

(2056)- [2196] حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ، عَنْ سَلِيمِ بْنِ حَيَّانَ، حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ مِينَا، قَالَ: سَمِعْتُ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: " نَهَى النَّبِيُّ أَنْ تُبَاعَ الثَّمَرَةُ حَتَّى تُشَقِّحَ "، فَقِيلَ: وَمَا تُشَقِّحُ؟ قَالَ: تَحْمَارُّ وَتَصْفَارُّ وَيُؤْكَلُ مِنْهَا

Jalur periwayatannya sama, hanya saja ada perbedaan di periwayat yang kelima yang mana dalam hadits ini Bukhari meriwayatkannya dari Musaddad. Dan dilihat dari segi matan hadits terdapat perbedaan ejaan dalam kata ثشقح, dalam riwayat Bukhari dieja ثُشَقِّحَ dengan fathah pada huruf syin dan tasydid pada huruf qaf sedangkan dalam riwayat Abu Dawud dieja تُشْقِحَ dengan sukun pada huruf syin dan tanpa tasydid pada huruf qaf. Namun perbedaan ini tidak menimbulkan pertentangan yang sangat menonjol dalam pemahaman kedua hadits ini. Sebab maksud dari kedua hadits ini adalah sama, yaitu larangan Rasulullah untuk menjual buah sebelum buah tersebut memerah atau menguning dan bisa dimakan. Adapun jika terjadi pertentangan, itu hanya dalam masalah nahwiah saja.

3) Perbandingan hadits dengan fakta sejarah

Melihat kebiasaan masyarakat Arab pada zaman dahulu yang sering melakukan transaksi jual beli buah yang masih ada di pohonnya memang terlihat sedikit kontras dengan hadits ini. Namun jika dicermati secara teliti, sesungguhnya transaksi seperti ini adalah diperbolehkan. Sebab yang menjadi masalah hanyalah standarisasi kelayakan buah tersebut untuk dimakan. Tidak semua buah terlihat matang/layak dimakan dengan melihat perubahan warnanya seperti halnya semangka. Jadi hadits ini sama sekali tidak bertentangan dengan fakta sejarah.

4) Perbandingan hadits dengan rasio

Secara rasional, hadits ini tidak bertentangan dengan akal sehat manusia. Sebab dalam praktek jual-beli diperlukan adanya saling rela antara penjual dan pembeli, dalam artian baik si penjual maupun si pembeli tidak merasa dirugikan. Jika penjual buah menjual buah itu sebelum matang dan belum bisa dimakan, maka hal ini jelas merugikan si pembeli buah tesebut.

5) Natijah (nilai) kualitas matan
Hadits Abu Dawud no.3370 ini dapat dikatakan shahih dari segi matan. Hal ini bisa dilihat dari hasil perbandingannya dengan beberapa aspek seperti, perbandingannya dengan Al-Quran, hadits yang setema, fakta sejarah dan rasio. Dari kesemuanya itu tidak dijumpai pertentangan makna antara satu dengan yang lainnya.


D. PEMAHAMAN HADITS

Syarah hadits

Hadits Abu Dawud no.3370 diatas menerangkan bahwa Rasulullah saw melarang menjual buah sebelum buah itu tusyqih (memerah atau menguning) sehingga bisa dimakan. Secara nahwiah, kata tusyqih (ثشقح) merupakan fiil mudhari’ dari kata asyqaha (أشقح). Dalam Fathul Wadud dinyatakan bahwa kata tersebut merupakan fiil ruba’i (فعل رباعى). Al-Kirmani menyatakan bahwa kata tersebut berartikan “berubahnya warna menjadi kuning atau merah”. Sedangkan kata tahmarru wa tahsfarru (تحمار و تصفار) merupakan fiil tsulatsi (فعل ثلاثى) yang ditambahkan dengan huruf alif dan tadh’if.

Ada perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang siapa sosok sebenarnya yang menafsirkan arti kata tusyqih tersebut. Menurut Ahmad pengertian kata tusyqih merupakan penafsiran dari Said bin Mina’ sebagaimana yang dijelaskan dalam riwayatnya terhadap hadits ini dari Bahz bin Asad dari Salim bin Hayyan bahwasanya dialah (Salim) yang bertanya kepada Said tentang hal itu (tusyqih) dan iapun menjawabnya seperti itu, menurut Muslim percakapannya adalah seperti ini: “aku (Salim) bertanya kepada Said apa itu tusyqih?, ia berkata : memerah dan menguning dan bisa dimakan”. Sedangkan menurut Al-Ismaily bahwa sesungguhnya yang menanyakan adalah Said dan yang menjelaskan kata tusyqih itu adalah Jabir dengan percakapan seperti ini: “aku berkata kepada Jabir apa itu tusyqih?”.

Pemahaman hadits berdasarkan metode tematis-korelatif.

(2929)- [3370] حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ خَلَّادٍ الْبَاهِلِيُّ، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ، عَنْ سَلِيمِ بْنِ حَيَّانَ، أَخْبَرَنَا سَعِيدُ بْنُ مِينَاءَ، قَالَ: سَمِعْتُ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ، يَقُولُ: " نَهَى رَسُولُ اللَّهِ أَنْ تُبَاعَ الثَّمَرَةُ حَتَّى تُشْقِحَ، قِيلَ: وَمَا تُشْقِحُ؟، قَالَ: تَحْمَارُّ، وَتَصْفَارُّ، وَيُؤْكَلُ مِنْهَا (أبو داود)

Hadits ini menjelaskan larangan menjual buah diatas pohon sebelum buah itu memerah dan menguning sehingga bisa dimakan.

ـ حدثنا عبد اللّه بن مسلمة القعنبي، عن مالك، عن نافع، عن عبد اللّه بن عمر،
أن رسول اللّه صلى اللّه عليه وسلم نهى عن بيع الثمار حتى يَبْدُوَ صلاحها، نهى البائع والمشتري.

Sedangkan hadits kedua ini menjelaskan larangan menjual buah diatas pohon sebelum nampak kelayakannya, kata layak ini memiliki arti yang lebih umum dari hadits yang pertama.

Dengan demikian dari kedua hadits yang berbeda makna ini dapat ditarik kesimpulan bahwa boleh atau tidaknya suatu buah itu dijual, tergantung dari standar kematangan buah tersebut. Sebab standar kematangan tiap buah berbeda antara satu dengan yang lain.
E. KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian diatas, didapatkan beberapa kesimpulan:

• Berdasarkan penggalan lafadz hadits dalam kitab Al-Mu’jam Al-Mufahras Li Alfadzil Hadits, hadits ini terdapat dalam beberapa sumber, yaitu:

Shahih Bukhari : kitab buyu’ no 85.
Shahih Muslim : kitab buyu’ no.84.
Sunan Abu Dawud : kitab buyu’ no.23.
Musnad Ahmad bin Hanbal : no.3, 220 dan 261.

• Berdasarkan sanadnya, hadits ini dikatakan shahih karena adanya ketersambungan antara perawi satu dengan yang lain baik dalam keadaannya sebagai guru atau murid, dan berdasarkan jarh wa at-ta’dil, tidak ditemukan kejanggalan (syadz) dan cacat (illat) dari setiap perawinya karena mayoritas perawi mendapat predikat tsiqah. Hadits ini termasuk hadits ahad sebab dari semua jalur periwayatannya hanya bersumber dari satu sahabat yaitu Jabir bin Abdillah.

• Berdasarkan matannya, hadits ini juga dikatakan shahih sebab tidak ditemukannya pertentangan baik dengan nash Al-Quran, hadits yang setema, fakta sejarah dan juga rasio.

• Secara umum hadits ini menjelaskan tentang larangan menjual buah sebelum buah itu layak untuk dimakan. Hanya saja yang dipermasalahkan adalah standarisasi kematangan tiap buah yang berbeda-beda.

F. DAFTAR PUSTAKA

Abdul Majid Khon, Ulumul Hadits, Jakarta : Amzah, 2008
Abu Thayyib Muhammad Syamsul Haq Al-Adzim Abadi, Aunul Ma’bud Syarah Sunan Abi Dawud, Juz 9.
Jamaluddin Yusuf Al-Mizzy, Tahdzibul Kamal Fi Asmai Ar-Rijal, 2002.
Fuad Abdul Baqi, Al-Mu’jam Al-Mufahros Li Alfadzil Hadits An-Nabawy, 1955.
Mausu’ah Lil Hadits An-Nabawiy As-Syarif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Profil

Kategori

Archives